
INFO BANDUNG BARAT—Di antara hari raya Hindu Indonesia (Hindu tidak punya “hari raya Internasional”), yang paling seru dan heboh adalah hari raya Galungan dan Kuningan, yang jatuh setiap 210 hari. Hari raya ini menarik karena ritualnya khas dengan rangkaian yang panjang.
Mengapa 210 hari sekali? Karena pertemuan (kelipatan persekutuan terkecil) dari 3 wewaran: budha (pengulangan 7), kliwon (5), dungulan (210). Otomatis bertemu setiap 210 hari sekali. Rangkaian Galungan dan Kuningan dimulai sejak 25 hari sebelumnya, dikenal dengan tumpek wariga.
Rangkaian Hari Raya Galungan
Pada hari pertama, pohon-pohon dihias, diajak bicara, diingatkan agar berbuah lebat karena akan dipakai saat Galungan nanti.
Setelah itu, ada Sugihan Jawa, 6 hari sebelum Galungan. Ini adalah hari dimana umat Hindu membersihkan Bhuwana Agung atau hal-hal di luar diri.
Lalu besoknya, 5 hari sebelum Galungan, ada Sugihan Bali, hari penyucian Bhuwana Alit, diri sendiri, agar bersih dan siap menyambut Galungan Kuningan. Selanjutnya ada hari membuat kue-kue, 2 hari sebelum Galungan. Dilanjutkan hari membuat dan memasang penjor (umbul-umbul khas Galungan).
Bersamaan pula dengan memasang aneka kain dan payung untuk mempercantik pura dan hari masak-masak enak. Dari seminggu sebelumnya konon babi sudah mimpi buruk
Lalu tibalah hari Galungan. Hari menperingati kemenangan Dharma (kebaikan) melawan Adharma (kejahatan).
Hari Raya Galugan dan Kuningan
Semua orang keluar rumah, sembahyang dan berkeliling. Setelah di Pura Keluarga, kesempatan bertemu teman-teman di pura lain.
10 hari setelahnya, datang Hari Raya Kuningan, hari dimana umat Hindu memantapkan tekad dan declare (nguningang, memberi tahu), komitmen untuk merawat Dharma dan ajeg (teguh) di jalan-Nya. Hari Raya Kuningan identii dengan banyak simbol.

Saat Hari Raya Kuningan, setiap pura penuh dengan gantungan dari rangkaian janur berbagai bentuk dengan filosofinya masing-masing. Karena perjuangan menjaga komitmen adalah perjuangan berat dan panjang, maka saat Kuningan ini ada simbol tamyang (tameng) dan endongan (tas perbekalan).
Simbol-simbol itu dibuat dari janur, dirangkai indah, digantung di setiap bangunan pura. Menjadikan suasana meriah, pura nampak megah, sekaligus mengingatkan pesan filosofis yang indah: teguhlah dengan komitmen di jalan Dharma. Simbol-simbol itu adalah bahasa diam yg paling ramai dengan makna.
Taksu dalam Hindu
Mengapa Bali begitu unik, penuh rindu dan memiliki daya pikat spesial? Dalam keyakinan Hindu Bali, itu karena taksu.
Taksu adalah spirit, jiwa yang hidup dari alam, karena dirawat dan memang “dihidupkan” melalui berbagai ritual, diajak bicara dengan bahasa kasih, selama ratusan tahun.
Alam pun “menyambut” uluran tangan harmoni itu, dengan memancarkan getar-getar kedamaian dan kebahagiaan, kesukacitaan. Itulah yang memancar di udara yang kita hirup, di dedaunan, di air tempat kita berbasuh.***