38°C
01/06/2025
Budaya

Seren Taun: Tradisi Panen Penuh Makna dari Tanah Sunda

  • Mei 29, 2025
  • 3 min read
  • 12 Views
Seren Taun: Tradisi Panen Penuh Makna dari Tanah Sunda

INFO BANDUNG BARAT–Seren Taun adalah salah satu upacara adat Sunda yang memiliki nilai historis, spiritual, dan budaya yang sangat kuat. Upacara ini diselenggarakan sebagai bentuk ungkapan syukur masyarakat agraris Sunda terhadap hasil panen, serta sebagai sarana untuk memohon berkah dan kesuburan di musim tanam berikutnya. Lebih dari sekadar tradisi pertanian, Seren Taun mencerminkan filosofi kehidupan masyarakat Sunda yang harmonis dengan alam.

Sejarah dan Asal Usul Seren Taun

Seren Taun diperkirakan telah berlangsung sejak masa Kerajaan Pajajaran, sebuah kerajaan besar yang pernah berdiri di Tatar Sunda. Pada masa itu, masyarakat Sunda sangat menghormati alam dan menyembah Nyi Pohaci Sanghyang Asri, dewi padi yang dianggap sebagai sumber kehidupan. Upacara ini berakar dari kepercayaan Sunda Wiwitan, sebuah sistem keyakinan asli masyarakat Sunda yang kental dengan unsur animisme, dinamisme, dan pengaruh Hindu.

Meskipun kini masyarakat Sunda sebagian besar telah memeluk agama Islam, Seren Taun tetap dilestarikan sebagai warisan budaya leluhur. Ia tidak diartikan sebagai ritual keagamaan, melainkan sebagai ekspresi budaya yang mengandung nilai-nilai kehidupan yang luhur.

Makna Filosofis dalam Tradisi Seren Taun

Secara etimologis, “Seren Taun” berasal dari kata “seren” yang berarti menyerahkan, dan “taun” yang berarti tahun. Maknanya adalah penyerahan hasil panen dari tahun yang telah berlalu kepada leluhur dan Sang Pencipta, sekaligus penanda dimulainya tahun pertanian yang baru. Dalam tradisinya, terdapat lambang Pare Ambu dan Pare Abah, dua jenis padi yang melambangkan keseimbangan antara energi maskulin dan feminin, serta keharmonisan antara manusia dan alam.

Seren Taun juga menjadi momentum untuk menegaskan nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan penghargaan terhadap sumber daya alam, terutama padi sebagai simbol kehidupan.

Tempat Pelaksanaan Seren Taun di Tatar Sunda

Hingga hari ini, upacara Seren Taun masih rutin diselenggarakan di berbagai daerah di Tatar Sunda, di antaranya, Cigugur, Ciptagelar, Kanékés (Baduy), Kampung Naga, dan Sindang Barang. Setiap lokasi memiliki kekhasan dalam tata cara pelaksanaannya, namun esensi yang dijunjung tetap sama, yaitu penghormatan terhadap alam, leluhur, dan hasil bumi. Beberapa tempat seperti Ciptagelar bahkan masih mempertahankan struktur sosial dan gaya hidup tradisional berbasis adat Sunda secara utuh.

Rangkaian Prosesi Seren Taun

Prosesi Seren Taun biasanya diawali dengan pengambilan air suci dari tujuh mata air, yang dipercaya membawa keseimbangan dan kehidupan. Kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan hasil panen terbaik, terutama padi, yang disimpan di leuit atau lumbung adat sebagai simbol keberlanjutan.

Acara ini juga diramaikan oleh berbagai kesenian tradisional Sunda, seperti wayang golek, angklung, gondang, dan rengkong. Di Cigugur, ada acara khas bernama Damar Sewu, yakni penyalaan seribu damar (lampu minyak) sebagai simbol penerangan batin dan harapan baru. Prosesi ini biasanya berlangsung antara tanggal 18–22 Rayagung menurut kalender Sunda Wiwitan, dan menjadi puncak dari seluruh rangkaian acara.

Seren Taun dan Pelestarian Budaya Sunda

Sebagai tradisi yang telah berlangsung ratusan tahun, Seren Taun kini juga menjadi objek wisata budaya unggulan di Jawa Barat. Tidak hanya menarik bagi wisatawan lokal, tapi juga bagi pengunjung dari luar negeri yang tertarik pada kearifan lokal dan spiritualitas masyarakat adat. Upacara ini membuka ruang edukasi tentang pentingnya menjaga ekosistem, menghormati leluhur, dan melestarikan tradisi dalam kehidupan modern.

About Author

Ayu Diah

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *