38°C
01/06/2025
Budaya

Tri Tangtu, Konsep Kehidupan dalam Kosmologi Sunda

  • Juli 18, 2024
  • 3 min read
  • 169 Views
Tri Tangtu, Konsep Kehidupan dalam Kosmologi Sunda

INFO BANDUNG BARAT—Dalam naskah Amanat Galunggung (kropak 632) ditemukan konsep kehidupan orang Sunda. Dalam Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (kropak 630) juga ditemukan konsep yang yang sama. Konsep tersebut bernama Tri Tangtu (tiga kedudukan).

Konsep “Tri” ini tidak hanya ada di masyarakat Sunda, tapi juga di bangsa lain. Bahkan sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu.

Tri Tangtu dalam Berbagai Agama

Dalam agama Hindu dikenal Tri murti (tiga dewa utama): Wisnu, Siwa, dan Brahma.

Di ajaran Katolik ada yang disebut dengan Trinitas (Roh Kudus, Tuhan Ibu, dan Tuhan Bapak).

Sementara dalam Islam, konsep ‘tiga’ juga ada, di Al Baqarah disebutkan alif, lam, dan mim, namun hanya Allah yang tahu maknanya.

Tri Tangtu dalam Filsafat dan Politik

Pemikirannya dari filsafat dan juga tentang Tri Tangtu muncul. Plato (427 SM) dalam bukunya Politea mengatakan bahwa negara ideal adalah negara yang diselenggarakan oleh tiga kelompok; pemimpin (yang harus rasional dan bijaksana), tentara (yang berani), dan petani (untuk kemajuan ekonomi).

Petani adalah bagian dari Tri Tangtu (dok. Syahbandar Melabouh)

Mantesquieu juga mengemukakan pemikirannya tentang bentuk negara dengan menganut Tri Tangtu, yang disebut Trias Politica, kekuasaan negara dipegang oleh legislatif, yudikatif, dan eksekutif.

Kini  Trias Politika digunakan oleh negara-negara yang mengaku menganut demokrasi. Jadi nenek moyang kita tidak terkalahkan dalam mengemukakan pemikiran tentang negara.

Konsep Tri dalam Pemerintahan Adat

Dalam Amanat Galunggung dikatakan bahwa dunia daranan milik ayah, dunia kereta milik resi, dan dunia palangka milik raja: Kemakmuran tanggung jawab ayah, kesejahteraan tanggung jawab raja. reshi, pemerintahan adalah tanggung jawab raja (ratu).

Tri Tangtu merupakan penjabaran dari 3 unsur: Tuhan, Alam, dan Manusia. Konsep Tri Tangtu, bukan seperti Trias Politica, bukan pembagian kekuasaan, melainkan pembagian tugas mengurus negara agar masyarakat aman dan tenteram, tidak kurang sandang, pangan, dan papan.

Pada masyarakat Kénékes (Baduy), Tri Tangtu masih digunakan, Puun Cibeo, Cikeusik, dan Puun Cikertawana mempunyai tugas yang berbeda-beda.

Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian memberikan petuah jika seseorang ingin hidup bahagia, harus kuat seperti prabu (raja), tutur katanya harus seperti rama, akhlaknya harus seperti resi.

Konsep tiga hal di bumi inilah yang menopang dunia. Dalam pemerintahan, rama, resi, dan prabu disebut triwarga di lamba, tiga kelompok kehidupan (negara).

Keadaan negara bisa kuat, setiap lapisan masyarakat termasuk rama, resi, dan raja saling menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

Yang menjadi rama, resi, dan prabu tidak hanya ada di pusat, tapi juga di wilayah masyarakat kecil, misalnya di desa, di mana peran rama, resi, dan prabu itu ada.

Mengapa konsep hidup dan bernegara yang dikemukakan nenek moyang Sunda hampir tidak bisa diterapkan dan dipertahankan di zaman sekarang?

Bisa diterapkan, meski memperhatikan keadaan negara dan keadaan dunia seperti sekarang. Tapi nenek moyang kita juga bilang,  teundeun di handeuleum sieum, tunda di hanjuang siang, tunda alaeun jaga.***

About Author

Ayu Diah

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *