38°C
05/06/2025
Edukasi

Waspada, Ini 5 Kabupaten di Jawa Barat yang Berisiko Tinggi Tanah Longsor! Bandung Barat Salah Satunya

  • Juli 5, 2024
  • 4 min read
  • 251 Views
Waspada, Ini 5 Kabupaten di Jawa Barat yang Berisiko Tinggi Tanah Longsor! Bandung Barat Salah Satunya

INFO BANDUNG BARAT—Lima kabupaten di Jawa Barat memiliki ancaman bencana tanah longsor yang cukup tinggi, yakni Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Cianjur.

Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin menyatakan warga di lima daerah itu harus waspada.

“Kami minta aparatur dan masyarakat melakukan antisipasi dan selalu waspada,”ujar Bey.

Bey menyatakan hal itu saat mengunjungi lokasi peristiwa tanah longsor di Kampung Cikadongdong, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasilmalaya pada Selasa (2/7/2024) malam.

Pakar longsoran (landslide) Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. Eng. Imam Achmad Sadisun, S.T., M.T., menjelaskan faktor penyebab longsor di Bandung Barat beserta gejala dan mitigasi yang perlu diketahui masyarakat.

Ia mengatakan, faktor penyebab longsor secara umum dibagi menjadi dua, yakni faktor prakondisi (preconditioning factor) dan faktor pemicu (triggering factor).

Faktor prakondisi umumnya berkaitan dengan berbagai kejadian yang sifatnya berlangsung relatif lambat atau jangka panjang, seperti pelapukan, erosi, perubahan topografi/kemiringan lereng, perubahan tata guna lahan, dan kondisi geologisnya, seperti terdapatnya batuan di wilayah tersebut yang secara alamiah memungkinkan mudah menjadi bidang gelincir.

Selain itu, banyak gempa bumi yang memicu kejadian longsoran-longsoran besar. Namun, yang memungkinkan menjadi faktor  kejadian longsor akhir-akhir ini faktor utama yang memicu adalah curah hujan yang lebat akhir-akhir ini.

Hampir semua bencana memiliki tanda-tanda yang mengawali kejadiannya, termasuk longsoran. Gejala tersebut dapat dilihat pada tiga bagian utama dari suatu lereng, yakni bagian kepala (head), tubuh (body), dan kaki (foot).

Gejala di bagian kepala lereng umumnya ditandai dengan retakan-retakan memanjang pada tanah, yang umumnya melengkung untuk jenis longsoran nendetan (slump); pada bagian badan lereng ditandai dengan pepohonan atau tiang-tiang listrik yang mulai miring karena adanya pengaruh pergerakan awal longsoran; dan di bagian kaki lereng umumnya muncul sembulan tanah (bulging) dan munculnya mata air karena bagian ini merupakan bagian yang menahan gaya yang dihasilkan dari pergerakan dari bagian kepala dan badan lereng.

Sementara untuk mitigasi kebencanaan perlu peran serta berbagai pihak, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, industri, perguruan tinggi, lembaga kemasyarakatan, media massa, hingga pelibatan masyarakat itu sendiri. Peningkatan kapasitas (capacity building) masyarakat yang tinggal di daerah rawan longsor sangat perlu digalakkan.

Secara umum, metode mitigasi dapat dilakukan secara struktural maupun nonstruktural. Metode struktural umumnya merupakan metode baku yang sudah banyak dilakukan di berbagai tempat di Indonesia maupun luar negeri.

Konsep mendasar dalam upaya mitigasi struktural dilakukan dengan dua cara, yakni, pertama, pengurangan gaya-gaya yang menyebabkan terbentuknya longsoran (reduction in the driving forces). Kedua, peningkatan gaya-gaya yang dapat memberikan “perlawanan” untuk terjadinya longsorang (increase in the available resisting forces). Cara kedua ini membuat material pembentuk lereng semakin kuat.

Sementara itu, perbaikan kestabilan lereng secara struktural lebih lanjut dapat dikelompokkan dalam jenis kegiatan, yaitu: a) modifikasi geometri lereng (pelandaian lereng), b) perbaikan saluran atau drainase, c) memperbaiki atau memperkuat material pembentuk lereng, dan d) membangun struktur penyangga.

Keempat kegiatan tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi yang ada dan dapat dikombinasikan. “Berbagai cara dilakukan untuk menanggulangi lereng-lereng yang kritis yang sudah dicurigai akan longsor. Kalau pun sudah longsor maka harus diperbaiki dan kalau perlu dilakukan perkuatan,” tuturnya.

Untuk longsoran aliran bahan rombakan, mitigasi struktural dapat dilakukan dengan metode perlindungan terhadap bahaya aliran bahan rombakan, seperti dengan membangun dinding pengelak (deflection wall), pagar pemecah aliran (debris fences), dan cekungan penampung aliran (debris flow catch basins).

Sementara itu, cara nonstruktural dapat dilakukan dengan sosialiasi peta lokasi rawan bencana, memasang rambu-rambu peringatan kebencanaan, dan yang penting semua itu dilakukan dengan melibatkan masyarakat secara aktif. Kegiatan mitigasi ini hendaknya juga memperhitungkan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat.

Selain mitigasi, hal penting lainnya adalah upaya pemantauan longsoran (monitoring). Upaya ini diperlukan guna memastikan kinerja stabilisasi lereng yang telah dilakukan, sekaligus digunakan untuk keperluan peringatan dini akan terjadinya bahaya longsoran.

Beliau mengatakan, potensi bencana longsor dapat terjadi di mana saja selama di lokasi tersebut terdapat lereng. Namun, potensinya dapat dibagi menjadi sangat tinggi, tinggi, menengah, rendah, dan bahkan rendah sekali.

About Author

Ayu Diah

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *